Jika ada manusia yang paling mencintaiku dan rela mengorbankan apa saja demi kebahagiaanku, aku tahu itu adalah dirimu, Ibu.
Selama 25 tahun aku hidup di dunia, aku tidak pernah kekurangan cinta darimu. Diriku hari ini adalah jiwa yang telah kau bentuk dengan cintamu. Kau telah menunjukkan padaku sosok perempuan dan ibu yang ingin kuteladani – yang selalu kuat dan tidak pernah mengeluh, yang selalu meletakkan kebahagiaan anak-anak dan keluarga di atas kebahagiaanmu sendiri.
Bukan hanya itu, kau juga telah menjadi sahabat terbaik yang pernah kumiliki. Kau selalu memiliki empat telinga untuk mendengarkan semua ceritaku dan kemudian mengingatnya baik-baik, untuk kau ceritakan kembali kepadaku ketika aku lupa. Kau selalu saja memahamiku lebih daripada diriku sendiri. Maka tidak ada satu hal pun, Ibu, yang pernah bisa kusembunyikan darimu.
Kita selalu sependapat dalam segala hal dan bahkan sanggup untuk saling memahami tanpa kata-kata.
Ikatan batin kita berdua begitu kuat hingga kadang-kadang aku yang tengah merantau jauh di luar kota, bisa merasakan kerinduanmu padaku. Pada saat-saat semacam itu, aku akan menekan nomor teleponmu dan kau selalu berkata bahwa baru saja kau juga berniat untuk meneleponku. Di manapun aku berada, tempat teraman dan ternyaman adalah di dalam pelukanmu, Ibu. Ketika aku merasa lelah dengan cobaan hidup, ketika aku ingin memaki dunia atas apa yang terjadi padaku, ketika aku merasa sudah saatnya untuk menyerah, mengingatmu selalu menjadi kekuatanku untuk bangkit. Sebab, aku tahu ada doamu yang mengiringi semua usahaku. Aku tahu ada cintamu yang tidak terbatas dan tidak mengharapkan balasan apa-apa selain kebahagiaanku. Aku tahu ada yang paling tersakiti jika aku terjatuh –bukan aku, tapi kau, Ibu. Sebab di atas segalanya, kebahagiaanku adalah yang paling utama bagimu.
Ternyata hidup memang tidak selamanya berjalan seperti yang kita inginkan. Akhirnya kita juga sampai pada titik di mana kita harus berselisih paham.
Sekarang aku sudah dewasa, Ibu. Namun kita sama-sama tahu, bagimu aku tetaplah gadis kecil yang perlu kau lindungi, dan bagiku Ibu adalah tempat pulang yang akan selalu kurindukan. Jika selama ini kita selalu sependapat dalam segala hal, aku juga tidak mengerti mengapa harus sekarang kita memandang sesuatu dari sisi yang berbeda. Sungguh, aku juga ingin selalu bisa membahagiakanmu seperti kau yang selalu melakukan apapun demi diriku. Tetapi bukan seperti ini, Ibu. Bukan tentang pendamping yang kelak akan menjaga dan menemaniku seumur hidup.
Aku memang terlalu mudah jatuh cinta, Ibu, bahkan pada sosok-sosok yang akhirnya pergi dan hanya meninggalkan kenangan untukku. Selama ini kaulah yang selalu mendengarkan semua ceritaku, memberikan dukungan, mendoakan, lalu pada akhirnya menguatkan dan menghiburku jika kisah itu tidak berakhir manis seperti yang kuharapkan. Apa karena itulah kau tidak lagi percaya pada pilihanku sendiri?
Aku percaya apa yang kau inginkan adalah kebahagiaanku, tetapi aku juga memiliki ukuran untuk kebahagiaanku sendiri, Ibu.
Tadinya aku berpikir bahwa aku bisa merelakan kebahagiaanku demi kebahagiaanmu. Aku berpikir bahwa dengan menuruti keinginanmu, aku juga akan bahagia. Aku berpikir bahwa semua yang kau pilihkan adalah yang terbaik untukku dan masa depanku. Namun, sekali lagi, ternyata hidup tidak selamanya berjalan seperti yang kita inginkan, Ibu. Hatiku tidak bisa dibohongi lagi. Perasaanku tidak bisa dipaksa untuk menuruti logikaku lagi. Apakah aku salah jika aku menentukan ukuran kebahagiaanku sendiri? Apakah aku salah jika akhirnya aku berani untuk jujur sekalipun itu akan menyakiti kita berdua?
Jika aku masih sanggup, mungkin aku akan bersandiwara seumur hidup di hadapanmu, Ibu, hanya untuk melihatmu tersenyum dan tidak lagi mengkhawatirkanku. Tetapi aku sungguh tidak bisa lagi. Aku ingin menentukan pilihanku sendiri, bukan karena apa yang kau pilihkan tidak baik, tetapi karena perasaan adalah sesuatu yang tidak bisa kupaksa dengan perhitungan untung rugi.
Maka aku mohon kelapangan hatimu sekali lagi, Ibu. Aku sungguh mohon ampun jika aku telah melukai hatimu. Aku memang egois karena mementingkan kebahagiaanku sendiri, tetapi bukankah kau akan bahagia jika melihatku hidup bahagia dengan apa yang telah kupilih sendiri?
Aku tidak akan peduli bahkan jika semua orang meludahi dan memakiku, asalkan ada kau yang menguatkanku. Tapi apa yang bisa kulakukan jika kaulah yang memunggungiku, Ibu? Apa yang bisa dilakukan Tuhan dalam urusan ini selain menunggu restumu?
Ibu, aku sungguh mencintaimu dan aku pun tahu kau juga sangat mencintaiku.
Maka untuk sekali ini, untuk perihal yang akan menentukan sisa hidupku ini, izinkan aku untuk berdiri teguh pada keputusanku sendiri. Izinkan aku untuk tidak menikah dengan lelaki pilihanmu, Ibu.
Yang selalu rindu,
Putrimu.
#CintaDalamKata
Ibu, Izinkan Aku untuk Tidak Menikah dengan Lelaki Pilihanmu
read more
0 komentar:
Posting Komentar