Katanya Harga Rokok Indonesia Makin Mahal, Benarkah? - Koran Unik

Selasa, 23 Agustus 2016

Katanya Harga Rokok Indonesia Makin Mahal, Benarkah?

Isu kenaikan harga rokok menjadi 50.000 rupiah seakan menjadi pergunjingan masal masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, jumlah perokok di Indonesia dikabarkan mencapai 90 juta orang. 90 juta orang istilahnya jadi harus memikirkan lebih keras bagaimana cara mendapatkan rokok yang kabarnya akan jadi 50.000.

Harga rokok yang mencapai 50.000 rupiah per bungkusnya memang bukan lagi jadi cerita baru. Sejak 2015 silam, pemerintah Joko Widodo telah merencanakan hal ini. Agustus 2016 ini, barulah rencana ini benar-benar direalisasikan. Seperti yang diketahui, harga rokok terdahulu berkisar antara 17.000 sampai 20.000 rupiah. Sementara, harga baru mencapai 32.000 hingga 52.000 rupiah. Namun, apakah harga rokok di Indonesia benar-benar mahal?

Harga rokok di luar negeri bisa mencapai 150.000 rupiah.

Seperti dikutip dari tempo.co, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengaku setuju dengan wacana kenaikan harga rokok. Menurutnya, cukai rokok di Indonesia masih dalam taraf rendah. Tulus melanjutkan kalau rokok di luar negeri bisa mencapai 150.000 rupiah per bungkusnya. Harga-harga rokok di luar Indonesia dibuktikan dengan pemerintah Australia yang mematok 260.000 rupiah per bungkusnya.

Selain negeri kangguru, di Kanada, perokok harus menggelontorkan 160.000 sampai 200.000 rupiah untuk satu bungkus rokok. Tidak jauh beda dengan Kanada, masyarakat Inggris juga harus membayar 170.000 rupiah per bungkus rokok. Negara Britania Raya lainnya, Irlandia, Islandia dan Skotlandia juga memiliki harga rokok tinggi yang mencapai 90.000 sampai 93.000 rupiah.

Sementara Amerika, sebungkus rokok dibanderol seharga 150.000 rupiah. Harga-harga inilah yang membuat Tulus sendiri setuju dengan kenaikan harga. Menurutnya, harga rokok di Indonesia masih murah. Dengan kata lain, harga 50.000 untuk standar dunia masih murah, termasuk cukai rokok Indonesia yang juga masih rendah. Rokok juga, lanjut Tulus, sebagai salah satu barang primer (utama) di Indonesia, sementara di luar negeri hanya tersier (kedua).

Baca Juga: Alasan Kenapa Harga Rokok Bakal Bisa Naik Capai Rp 50.000 Per Bungkus!

Kebutuhan dibarengi dengan akses mudah bagi perokok.

Tulus menganggap dengan penaikan harga ini, dapat ditekan angka perokok muda atau pemula. Menurutnya, akses rokok terlalu gampang, terutama ketika sudah di masyarakat karena tidak ada pengawasan lebih lanjut. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 Pasal 8 dan 9 terkait peringatan kesehatan pada rokok dan label harus berbentuk tulisan dan dicantumkan secara jelas. Ini pun kemudian dibarengi dengan penggunaan gambar terkait akibat pemakaian rokok seperti kanker paru-paru dan bronkistis kronis.

Akan tetapi, pemasangan peringatan tersebut seolah-olah hanya aksesori tambahan bagi kemasan rokok. Tidak ada pengaruh secara signifikan seperti yang diharapkan pasal-pasal di PP Nomor 19 Tahun 2003 itu. Selain itu, penjualan rokok yang mudah membuat dari perokok pemula sampai 'lama' pun semakin tidak segan-segan membelinya. Tulisan 18+ dalam label pun hanya ditempatkan sebagai label. Maka, Tulus sendiri menilai kenaikan harga adalah tindakan rasional demi membatasi tingkat konsumsi rokok itu sendiri.

pixabay-713f28ec04d88185e83dc564e31b8040.jpgpixabay.com

Berbanding terbalik dengan Singapura yang sejak 1 Juni 2016, seperti diberitakan StraitTimes, lebih dari 32.000 lokasi umum menjadi tempat bebas rokok. Pemerintah Singapura sendiri dianggap cukup ketat dalam pelarangan ini. 400 taman kota yang privat maupun umum pun sekarang dilarang adanya asap rokok oleh pemerintah. Denda besar juga diterapkan bagi orang-orang yang ketahuan merokok di lokasi terlarang. Denda 1.000 sampai 2.000 Dollar atau setara 13,2 juta hingga 26,4 juta rupiah pun ditetapkan oleh pemerintah Singapura. Bisakah denda ini diterapkan di Indonesia secara tepat?

Tulus menambahkan kalau dengan kenaikan harga ini, dalam 2-3 tahun terakhir pengaruhnya akan terasa. Namun, pada akhirnya butuh kesadaran dari masyarakat pula untuk bekerjasama dalam menghentikan konsumsi rokok. Menurut Tulus, masalah sekarang adalah penjual rokok eceran yang masih mampu mengedarkan rokok meski harga per bungkusnya tinggi.

Selain penjual, masyarakat sendiri juga harus sadar akan bahaya rokok seperti yang dijelaskan dalam PP No. 19 Tahun 2003. Dalam pasal delapan ayat dua juga tercantum “Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin.” Akibat tersebut yang juga harus disadari masyarakat.

Baca Juga: Terungkap! Shisha vs. Rokok: Mana yang Lebih Berbahaya?


Katanya Harga Rokok Indonesia Makin Mahal, Benarkah?
read more

0 komentar:

Posting Komentar


Top