Cinta bagai buih tak terlihat. Menjerat, mencekik, menikam, memporak-poranda hati. Bahkan akal nyaris putus.
Ia bersemi dan menjalar ke seluruh nadi, meremas pikiran meniup kegalauan. Ia siluit tak tertahankan.
Ia menjajah logika, mencabik perasaan, menghantam kesendirian. Dapatkah kubertahan, kawan?
Kala pancarnya teduh, gambarkan kehangatan. Bisikan menjejalkan kerinduan, kebisuan akan jiwa yang enggan menyapa keheningan.
Terlepas semua itu, tahukah engkau kawan? Aku merajuk penuh iba, pada bintang di seberang lautan. Terpisah galaksi cinta, sebab dunia berbeda di bawah pijaknya. Sedang aku? Hanya bulan, pemupuk rindu tak terbalas. Penghimpun sendu, tak jua temui pengakhiran.
Hingga kini, rasa itu masih bersemayam. Di sini! Di hati ini!
Tahukah engkau, kawan?
Aku bertanya pada awan, "Dapatkah bulan memeluk bintang?"
Awan menjawab, "Jangankan memeluknya, berdekatan saja kau tak akan bisa!"
Sungguh tertohok sudah hatiku, tenggorokan kering tak berongga. Luruh, lenyap, menguap segala asa. Yang tertimbun dalam jiwa.
Tahukan engkau, kawan?
Perih, nyeri, membiru sudah hati ini. Sesulit inikah mencintainya? Sesulit inikah memilikinya? Sekadar dekat saja tak pernah bisa. Sebatas salam sapa saja jarak enggan merela.
Inikah cinta? Sakit tiada tara? Tiada kata untuk mewakilkan hati yang merana.
Tahukah engkau, kawan?
Aku menangis, merintih memanggil kebijakan langit. Mengapa samudra bersikukuh memisahkanku dengan bintang? Mengapa ombak tertawa melihatku terhuyung rasa rindu.
Aku hanya bulan, terbit saat malam. Siang terhalang, gagahnya mentari dan gelombang awan.
Aku hanya bulan, terdampar di tengah kerisauan.
Akan cinta tak tersampaikan, terhalang bebatuan: kenyataan
Aku hanya bingkis kesedian, penghibur kebosanan.
Di rindu kala gelap malam. Bersama nyanyian dedauan.
Aku hanya kapas tulisan rindu, pengganti malam sendu.
Membusungkan wajah seteguh harapan. Bersamamu, bintang hatiku.
Cinta memuntahkan seluruh perasaan. Dalam jiwa yang tertahan kerinduan. Ingin keluar dari sangkar, pilu dan ego.
Gambaran cintaku, telah terurai. Untukmu sang bintang…
Di ujung sana bersama bisik angin malam. Yang telah gugurkan asaku.
Bersama lirih hujan, ku menangis
Menangis karena takdir tak jua memberi ruang dan waktu.
#CintaDalamKata
Puisi Sang Bulan: Dapatkah Aku Memeluk Bintang?
read more
0 komentar:
Posting Komentar