Apakah aku terdengar kampungan saat memanggilmu sahabat? Entahlah, yang jelas itulah kamu buatku. Mungkin lebih dari itu, tapi bagaimana lagi, dunia hanya mampu mendiskripsikanmu seperti itu. Seolah tak ada kosa kata yang tepat untuk menyebut statusmu.
Bagaimana hidupmu disana? Masihkah kamu bergelut dengan idealismemu? Percayalah, bagaimanapun kamu, aku akan tetap mendukungmu. Mungkin aku tak cukup hebat untuk membantumu, tapi semoga saja spirit yang aku bagi bisa cukup menguatkanmu.
Menyenangkan bisa belajar kedewasaan dan menjalani pendewasaan bersamamu.
Masih jelas tergambar di ingatanku sosokmu yang terus menginspirasiku. Aku tidak pernah bisa membayangkan bagaimana diriku sekarang jika tidak mengenalmu.
Masihkah kamu ingat, aku yang dulu sering mengutuki keadaanku? Masihkah kamu ingat, aku yang dulu ingin mati hanya karena patah hati? Mengingat itu sekarang, aku selalu menertawainya sendiri. Tapi terima kasih, karenamu aku bisa berubah dari sikap-sikap kekanakanku dulu.
Terima kasih atas banyak pelajaran yang sudah kamu bagi untukku, terima kasih juga untuk segudang support yang bahkan jarang aku dapat dari keluargaku.
Aku juga mengingatmu dulu yang sering menyalahkan dirimu sendiri. Begitu lucu, saat kita sama-sama menangis dengan keadaan yang masing-masing kita alami. Tapi aku bahagia melihat perubahanmu, kamu jauh lebih dewasa dari dugaanku. Walaupun kita tak dekat untuk tumbuh bersama, tapi aku bahagia kita bisa mengalami fase pendewasaan yang sama.
Maaf jika aku jarang ada saat sedihmu. Aku selalu merasa bersalah atas itu.
Maaf untuk aku yang jarang bisa menjadi obat penawar sedihmu. Saat kau jatuh dengan masalahmu, aku bahkan tak tau.
Saat kau mengalami kehilangan terbesarmu, aku juga tak cukup kuat untuk menguatkanmu. Aku ada disitu, aku cuma bisa melihatmu menangisi kepergian ayahmu. Bahkan setelah itu, aku tak mampu untuk sedikit saja menghiburmu.
Sedikit waktu untuk mengunjungimu saja tak bisa aku berikan. Untungnya kau memiliki sahabat-sahabat lain juga di sana. Terkadang aku merasa tak cukup layak menyebut diri sahabatmu. Maafkan aku, jika tak banyak yang bisa kuberikan untukmu.
Tak ada hal yang paling kurindu selain bercakap-cakap denganmu.
Aku belum pernah bertemu dengan orang yang mau mendengarkanku lebih daripada dirimu. Buatku, kamu jauh lebih dari cukup.
Kita memang tak selalu sama. Pandangan politik, cara menghidupi agama, dan cara memandang cintapun, kita tak sama. Tapi ya inilah kita. Dalam berbagai perbedaan kita ini, selalu muncul sebuah diskusi.
Duduk di cafe berjam-jam, dari senja hingga petang, itu yang selalu kita lakukan hanya untuk sekedar menghabiskan waktu bersama dalam obrolan.
Aku selalu tercerahkan setelah berbicara denganmu. Walaupun tak selalu ada penyelesaian bagi masalahku, tapi setelah berbicara denganmu, aku memiliki kekuatan baru untuk bertarung kembali menjalani kenyataan hidup.
Sampai bertemu di masa depan. Semoga kita bisa bertemu saat masing-masing mimpi kita sudah terpenuhi.
Oh iya, selamat berjuang dengan pendidikanmu. Kamu harus kuat untuk itu, jangan sampai kau menyerah sepertiku. Aku senang kau membagi mimpimu denganku, dan hal itu tidak pernah lupa aku sebut dalam doaku.
Dulu aku terlalu takut bermimpi, tapi sekarang aku sudah cukup berani. Kamulah satu-satunya orang yang tidak menertawakan mimpiku. Yah, walaupun cukup mustahil untuku bisa mewujudkan mimpi besarku itu, tapi pernyataanmu selalu membuatku optimis untuk mengejar itu.
Sampai bertemu di masa depan nanti kawan. Semoga kita bertemu dalam keadaan yang sama-sama bahagia. Tidak ada percakapan tentang kesedihan, semoga kita bisa bercakap-cakap hanya dalam tawa.
Sampai jumpa di masa depan, saat kita sudah sama-sama mapan dengan mimpi-mimpi yang sudah terpenuhi.
Tulisan ini adalah kiriman dari IDN Community. Kalau kamu ingin mengirimkan artikelmu, kirimkan ke community@idntimes.com
Teruntuk Sahabatku: Aku Bersyukur Kamu Ada Menjadi Bagian Dari Cerita Hidupku
read more
0 komentar:
Posting Komentar