Merindukan kamu memang tak pernah ada habisnya. Sosok dingin yang selalu membuatku penasaran. Semoga kamu selalu diberkati oleh-Nya dimana pun kamu berada. Bukan maksudku untuk mengusikmu lagi dengan menyelinap begitu saja dalam hidupmu. Namun tidak kah kau ingin tau apa saja yang telah terjadi kepadaku; kepada hidupku semenjak kita memilih meneruskan jalan masing-masing di persimpangan kemarin?
Membiasakan diri tanpa kamu beserta seperangkat kenangannya bukanlah hal yang mudah. Aku harus berjalan sendirian di gelapnya jalan yang ku pilih. Tak jarang aku berharap kamu sedang bersamaku, menuntunku mencari jalan keluar. Namun bukankah itu perkara yang paling mustahil? Jelas-jelas kita memilih lorong yang berbeda.
Akhirnya aku menemukan setitik cahaya, tak seterang kamu, namun berhasil membantuku menemukan jalan keluar. Aku mencoba menerka, apakah jalan yang kau pilih cukup terang? Ataukah kau juga menemukan penerang baru yang cahayanya jauh lebih terang dibandingkan aku?
Sang Sutradara mempertemukan kita di ujung yang sama. Kamu sepertinya semakin terang. Penerang baruku tak ada apa-apanya dibandingkan kamu. Cahayamu seakan menggodaku untuk kembali melanjutkan jalan bersama kamu, dan meninggalkan penerang baruku.
Lihatlah, betapa serakahnya aku! Aku terus mengharapkan kamu kembali, sementara aku telah bersama yang lain. Harusnya aku tak perlu melirik spion terlalu lama. Harusnya aku mulai fokus dengan jalan yang ada di depanku. Namun layaknya magnet, pesonamu terus memaksaku menoleh, dan melupakan kenyataan bahwa kisah kita telah lama tamat.
Karena aku telah berani mengenangmu, maka aku pun harus rela membiarkan luka lama itu terkuak. Luka yang kamu ciptakan begitu sempurna. Membuatku porak poranda, menghancurkan semua impian yang telah ku susun dengan begitu rapi. Menebas semua angan yang telah kuletakkan di puncak tertinggi.
Seperti tayangan bioskop, masa itu kembali berputar dengan urut dan begitu rinci. Tentang kamu yang berjanji akan selalu menemaniku, tentang aku yang yang berjuang mati-matian mempertahankan kita, lalu bagaimana pada akhirnya kita terpisah. Otakku merekam semua memori itu dengan begitu sempurna. Namun kamu dan bayanganmu tetaplah maya, begitu sulit untuk ku sentuh.
Rinduku seperti tak berujung. Mataku seakan tak mampu menangkap batas dari rindu ini. Kumohon biarkan aku tetap merindukanmu, walaupun hanya sekedar dalam diam. Nyatanya sebesar apapun aku ingin melepas rinduku, waktu tetaplah hakim yang menentukan segalanya.
Seperti kemarin ketika waktu memutuskan bahwa kita harus melewati jalan yang berbeda. Semesta lah yang menjadi saksi bisu. Ia tak pernah berdiam diri. Dialah yang merekam segala kesakitan, keputusasaan, bahkan semua kata yang terlontar ketika aku merasa dunia tak pernah adil kepadaku.
Meskipun memaafkan kamu, memaafkan waktu, dan memaafkan segala hal yang tak terduga bukanlah perkara mudah, namun hal itu tetaplah harus dilakukan. Berdamai dengan masa lalu adalah satu-satunya jalan untuk meraih kehidupan yang lebih baik.
Tak perlu khawatirkan bagaimana kita selanjutnya. Tuhan tetaplah sutradara terbaik. Ia tidak akan pernah salah menempatkan kita. Ia selalu tahu kapan waktu yang tepat untuk mempertemukan, dan kapan waktu tepat untuk memisahkan kita. Percayalah, semua orang pun memiliki jatah bahagia yang sama.
Yang selalu memendam rindu,
Gadis kecilmu
Tulisan ini adalah kiriman dari IDN Community. Kalau kamu ingin mengirimkan artikelmu, kirimkan ke community@idntimes.com
Untukmu: Lelaki yang Sempat Membuatku Porak Poranda, Percayalah Tuhan adalah Sutradara Terbaik
read more
0 komentar:
Posting Komentar