Mengenang dia adalah sebuah kebiasaan yang tidak bisa aku lepaskan dari kehidupanku. Bermimpi tentang dia, bahkan sudah menjadi bagian favorit dalam tidur lelapku. Dia adalah masa lalu. Dan dia masih menjadi satu terbaik dari sejuta mimpiku di masa depan. Dia, seperti hadirnya waktu di setiap langkahku menapaki jengkal kehidupan. Tidak akan pernah berhenti berdetak. Dialah, sang Pembawa Rindu.
Akulah, si Pemuja dalam diam. Menerka rasa sang Pembawa Rindu yang selalu tertutup oleh dinginnya hati. Menjadi pengamat tak kasat mata. Pembawa senyum rahasia yang terselip dari ribuan canda dan cela. Aku tidak pernah bertanya pada hati, sejak kapan rasa kesal ini berubah warna menjadi rindu. Karena, hati pun tidak tahu harus menjawab seperti apa.
Aku hanya sanggup menerka. Mungkin, sejak aku mengungkap fakta sang Pembawa Rindu menyimpul hati bekunya untuk sang Putri. Ataukah, jauh sebelum kedua sang pemain utama bertemu? Apapun itu, si Pemuja Rindu dalam diam hanyalah sesosok pemain pendamping. Aku lah si Pemain Pendamping.
Menyesal, aku tidak tahu kata yang lebih tepat untuk menggambarkan apa yang aku rasakan saat ini -- detik ini. Selain satu kata menyesakkan itu. Menyesal, ketika mengetahui peranku yang semakin tersudut. Menyesal, ketika kedua sang pemeran utama akhirnya di pertemukan dalam sebuah keadaan yang tidak memungkinkan si pemeran pembantu untuk masuk lagi ke dalamnya.
Menyesal, ketika sang Pembawa Rindu sudah menautkan rindunya dengan sang Putri. Menyesal, ketika akhirnya si Pemuja Rindu. Si pemeran pembantu, aku, menyadari waktu tidak lagi berpihak lagi untukku. Mungkin waktu pun terlalu lelah, menungguku menyadari kelambatan kerja hatiku untuk dia. Aku menyesal.
Dia. Aku benar-benar merindukan sang Pembawa Rindu. Rindu senyum jenaka milik dia. Rindu kata tidak tahu aturan dari dia. Rindu tindakan spontanitas dari dia. Rindu kebaikan hatinya yang tersamar oleh sikap dingin dan ketusnya. Aku merindukannya. Melebihi rindu si Punguk pada Bulan.
Aku tahu ini terlambat. Tetapi, tidaklah salah bila sekali saja aku berharap waktu berbalik. Menatapku kembali. Membisikkan persetujuaannya padaku. Menyelipkan kisah rinduku pada dia. Di antara kisah manis dia yang sudah terangkum rapi di sana. Si pemeran pendamping ini ingin sekali saja dalam kehidupannya menjadi sang tokoh utama.
Sayang, itu tidak mungkin. Karena sampai kapan pun waktu yang yang bertahta. Dan pada akhirnya, seorang pemeran pendaping sepertiku harus menyadari satu hal. Menjadi si Pemuja Rindu sudah sebuah keajaiban untuknya. Pada akhirnya, si pemeran pendamping harus merelakan hatinya terluka untuk sang pemeran utama. Terluka bersama waktu yang tidak akan pernah berhenti berdenting.
#CintaDalamKata
Inilah Aku si Pemuja Rindu, dan Dialah sang Pembawa Rindu
read more
0 komentar:
Posting Komentar